oleh Roni Fspmi Febrianto
“KSPI Akan Mem-PTUN kan Keputusan Penangguhan Upah serta penetapan
Komisaris Jamsostek yang baru dan Menolak RUU Keamanan Nasional “
Rapat Kerja Nasional I KSPI di Hotel Grand Cempaka 1 dan 2 Februari
2013. Dihadiri oleh 100 orang peserta yang terdiri dari Dewan Eksekutif
Nasional, Majelis Nasional dan Perwakilan Daerah 14 propinsi di
Indonesia. Kontribusi buruh selama tahun 2012 bukanlah kontribusi yang
kecil. Hal ini ditunjukan dari berbagai keberhasilan di tahun 2012
seperti : aksi penolakan kenaikan harga BBM, aksi hapus outsourcing dan
tolak upah murah (HOSTUM), aksi pengawalan Peraturan Pelaksana dari UU
BPJS dan mogok nasional tanggal 3 Oktober 2012. Dalam rapat kerja
nasional ini, KSPI membahas program kerja tahun 2013 dimana intinya
adalah KSPI berkomitmen untuk menjadikan gerakan buruh dari gerakan
pabrik menjadi gerakan kebangsaan.
Ditengah keberhasilan kenaikan upah yang sangat besar dengan
rata-rata nasional 40% disikapi dengan penangguhan oleh pengusaha dan
diterima oleh pemerintah. Sebagai contoh di Provinsi DKI Jakarta
terdapat 46 perusahaan yang dikabulkan penangguhan. Di propinsi Jawa
Barat sebanyak 246 perusahaan yang dikabulkan permohonannya. Penangguhan
tersebut diindikasikan tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Tranmigrasi No. 231 tahun 2003.
Kondisi ini diperparah dengan keputusan Pemerintah terkait dengan
penetapan Komisaris baru Jamsostek yang sangat menyakitkan dan telah
menodai perjuangan buruh dalam mereformasi jaminan sosial di Indonesia.
Mereka yang ditunjuk sebagai wakil pekerja/buruh yang duduk sebagai
komisaris adalah orang-orang yang anti BPJS ,bahkan, salah satu
diantaranya mengancam akan menarik dana Jaminan Hari Tua (JHT) jika UU
BPJS disahkan. Pemilihan komisaris jamsostek sangat tidak transparan dan
sangat kontroversi dimana proses fit and proper test diindikasikan
dilakukan setelah penetapan, setelah KSPI bersama MPBI melakukan protes
keras. Ini menunjukan adanya konspirasi jahat terhadap pelaksanaan BPJS
yang merupakan kebutuhan mayoritas pekerja di Indonesia.
Saat ini pemerintah makin represif bila ada aksi unjuk rasa oleh
masyarakat sebagai hak demokrasi. Presiden pada tanggal 28 Januari 2013
sudah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2013 tentang Gangguan
Keamanan Nasional dan diterbitkannya UU Ormas yang sangat membatasi
kebebasan berekspresi dan menjadikan proses demokrasi di Indonesia
menjadi mundur seperti saat orde baru. Saat ini di DPR juga sedang
dibahas RUU Keamanan Nasional yang akan melibatkan pihak tentara saat
terjadi aksi unjuk rasa. Hal ini sudah terlihat jelas saat aksi unjuk
rasa MPBI tanggal 16 Januari 2013 dimana saat 3000 massa buruh MPBI
berunjuk rasa didepan Polda Metro, Istana Presiden dan Kementerian
Tenaga Kerja, ppihak keamanan yang terdiri dari Kepolisian dan TNI turun
dengan kekuatan 9000 personil gabungan. Indikasinya pemerintah akan
represif. Terkait dengan hal-hal diatas maka KSPI menyatakan sikap:
Akan melakukan perlawan berupa upaya hukum melalui gugatan PTUN atas
dikeluarkannya keputusan penangguhan upah yang tidak sesuai dengan
aturan hukum dan penunjukan Komisaris baru Jamsostek yang kontroversi
dan tidak transparan.
Menolak keras pembahasan RUU Kamnas yang Anti Demokrasi dan salah
satu substansi adalah pembentukan Dewan Keamanan Nasional yang
melibatkan tentara dan intelejen dalam pengoperasiannya karena akan
mengancam para penggiat Demokrasi dann HAM jelas akan merupakan
kemunduran untuk demokrasi Indonesia. KSPI bersama MPBI akan melakukan
pengerahan massa bersasoma organisasi masyarakat sipil lainnya di DPR
dan seluruh Indonesia bila DPR RI tetap memaksakan pembahasan RUU
KamNas. Tolak Penangguhan Upah dan Komisaris Jamsostek yang Baru, Tolak
RUU Kemanan!!
H. Said Iqbal, ME Muhamad Rusdi
Presiden Sekretaris Jenderal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar